RealStory - Kisah Nyata Jeritan Di Dalam Kubur
Hallo sobat horror sudah lama aku tidak menulis sebuah kisah di blog sederhana ku ini. Pada kesempatan kali ini aku akan membagikan kisah nyata horror tentang jeritan didalam kubur, kisah ini kudapatkan dari sebuah group Facebook yang bernama cerbung horror Indonesia, semoga kalian senang dengan kisah ini, berikut adalah kisahnya.
Judul : Suara Jeritan Di dalam kubur !!!
Matahari bersinar dengan teriknya siang itu. Suara jeritan hewan yang terbawa angin pun terus menerus terdengar. Seketika terdengar suara lain.
Ya, suara jeritan tetangga kami yang meminta tolong.
Aku yang masih kecil hanya melongo tidak paham ketika tetanggaku, panggil saja pak Yusuf, meminta tolong pada ibu dan nenekku. Waktu itu aku dan keluargaku tinggal di rumah nenek dari
ibuku.
Kerumunan tetangga mulai memadati rumah yang letaknya tak jauh dari rumah nenekku. Disana aku melihat nenek dan ibuku yang sedang bicara
dengan wajah bingung serta khawatir sambil menggosok punggung seorang wanita. Wanita itu tak lain adalah bu Marni (nama samaran) istrinya pak yusuf.
Suasana saat itu riuh sekali. Sesekali kudengar orang-orang berbisik dan saling bertanya. Aku yang tak mengerti apa-apa, hanya bisa melihat ekspresi wajah orang-orang, bahkan ada yang
menangis. Sebuah tangan tiba-tiba berada di bahuku.
Aku sedikit kaget dan melihat siapakah yang berada di belakangku. Seorang ustad tepat berdiri dibelakangku sambil tersenyum. la memintaku untuk bergeser supaya ia bisa masuk ke dalam. Waktu itu aku memang berdiri tepat di pintu masuk.
Aku pun bergeser dan mempersilakannya untuk masuk.
Keluarga si tuan rumah mempersilakan ustad duduk, dan meminta tolong untuk memeriksa bu Marni yang terlihat tidak sadarkan diri.
Aku melihat ustad itu memegang tangan bu Marni dan mendekatkan jarinya tepat di lubang hidung bu
Marni. Dahinya mengernyit untuk beberapa saat. Ustad itu pun kembali memegang tangan bu Marni.
Ila menggelengkan kepalanya sembari melihat ke arah pak Yusuf yang sedang khawatir. Tiba-tiba, suara tangisan pecah menggema di ruang tengah
tersebut. Semua keluarga dan anaknya menangis pilu menjerit-jerit.
Tak sedikit tetangga yang mencoba untuk menenangkan keluarga pak Yusuf
supaya bisa mengikhlaskan kepergian bu Marni, tetanggaku itu. Tiga hari sebelumnya, bu Marni sering mengeluhkan rasa sakit di dadanya pada suaminya.
Bu Marni sempat mau berobat, tapi
takdir berkata lain. Siang itu, bu Marni sedang mengangkat jemurannya yang sudah kering. Tiba tiba, ia menjerit memanggil suaminya sambil
memegang dadanya.
Bu Marni ambruk di bawah tiang jemuran. Pak Yusuf yang mendengar hal itu, buru-buru menghampiri tubuh istrinya yang tergeletak di bawah jemuran. Setelah mengangkattubuh bu Marni ke rumahnya, pak Yusuf pun berteriak-teriak minta tolong pada tetangganya.
Kabar tentang kematian bu Marni pun diberitakan melalui speaker Masjid yang berada di tempat kami. Tetangga pun bersiap-siap untuk membantu prosesi pemakaman. Singkat cerita, segala prosesi pemakaman pun selesai dilakukan.
Malamnya, seperti kebiasaan di tempat kami yaitu melaksanakan tahlilan jika ada orang yang meninggal. Aku duduk sebelah ayahku yang sedang khusuk berdoa bersama bapak-bapak yang sedang melaksanakan tahlilan tersebut.
Sudah tiga hari berlalu, setelah meninggalnya bu Marni. Aku mendengar sebuah cerita yang menurutku menakutkan. Katanya kemarin malam ada tetangga kami yang melewati pemakaman tersebut, mendengar jeritan dan tangisan pilu dari
arah salah satu kuburan.
Pemakaman besar di tempat kami berada dekat dengan pesawahan Panggil saja pak Udin. Pak Udin berniat untuk berkunjung ke rumah saudaranya. la memutuskan untuk jalan melewati pemakaman, karena itu jalan pintas yang lebih dekat agar cepat sampai rumah saudaranya.
la berangkat setelah waktu magrib.
Suasana mulai sedikit gelap dan suara hewan malam pun mulai terdengar beriringan. Sepi sekali, yang terdengar hanya suara air yang mengalir dari parit sawah.
Hembusan angin sesekali menggoyangkan ranting dan daun
disekitar pemakaman tersebut yang menambah suasana mencekam. Pak Udin terus melangkahkan kakinya. Tiba-tiba, terdengar suara jeritan dan tangisan dari kejauhan, tepatnya
sekitar pemakaman.
Suara tersebut jelas terdengar sedikit terbawa angin. Pak Udin menghentikan langkahnya sambil menajamkan telinganya untuk meyakinkan bahwa ia benar benar mendengar suara tangisan dan jeritan minta tolong.
Tetanggaku itu memang bukan penakut.
Ternyata asal suara tersebut berasal dari salah satu kuburan baru yang berada di pemakaman.Malam semakin larut. Suasana saat itu sedikit berbeda dengan malam-malam seperti biasanya.
Diluar terdengar suara angin menderu-deru, sesekali terdengar halilintar menyambar-nyambar Malam itu, di luar hujan sangat deras. Mataku
sedikit mengantuk tapi aku tidak dapat
memejamkan mataku ini.
Udara di kamarku ini terasa dingin sekali. Terdengar suara ibu, ayah, dan nenekku sedang berbincang pelan dengan serius. Sepertinya mereka membahas kejadian yang dialami oleh
tetanggaku itu.
Aku tidak begitu jelas mendengar mereka bicara, karena suara hujan di luar. Entah kapan aku tak sadar dan tertidur. Tiba-tiba aku terbangun karena mendengar suara tangisan tepat di luar kamarku ini. Jelas sekali. Ternyata
hujan sudah berhenti.
Aku duduk terdiam sambil menajamkan telinga. Ayah dan ibuku sudah tertidur di sampingku. Suara tangisan dan jeritan itu sangat jelas terdengar. Maklum dinding rumah kami terbuat dari bilik bambu. Aku berniat membangunkan ibuku, tapi ibu sangat susah dibangunkan.
Suara tersebut masih terdengar. Ada perasaan takut menyelimutiku tapi aku penasaran karena suara tangisan dan jeritan itu tepat berada dekat kamar ini.
Aku mencoba mengintip lewat celah-celah bilik yang bolong.
Suasana sedikit gelap karena cahaya
temaram dari lampu rumah tetanggaku itu. Kupicingkan mataku dan kuperhatikan keadaan di luar sambil mencari arah suara tangisan itu.
Tunggu dulu, itu apa?"' bisikku dalam hati.
Awalnya aku mengira itu sebuah jemuran kain yang lupa diangkat, tapi setelah kuperhatikan ternyata itu adalah sosok terbungkus kain putih yang berdiri dekat jemuran. Tiba-tiba badanku
tidak dapat kugerakkan sama sekali. Aku diam membeku.
Sosok tersebut berdiri diam membelakangiku dan menghadap ke arah rumah tetanggaku yang meninggal kemarin. Aku hampir menangis karena ketakutan. Mulutku tidak dapat berteriak. Walaupun aku sering melihat mereka, tapi aku tetap ketakutan jika melihat sosok ini.
Aku memejamkan mataku ini. Aku berdoa di dalam hati. Perlahan kakiku mulai bisa digerakkan. Tanpa menunggu lama-lama, aku langsung naik ke atas ranjang dan menyelimuti
diriku.
Suara tangisan dan jeritan itu masih
terdengar. Kupaksakan diriku untuk tidur hingga akhirnya aku pun tertidur sampai esok paginya. Dulu, aku lebih banyak diam dan jarang bercerita
kepada orang tuaku.
Terus terang ibuku itu penakut. Makanya, aku sering menyimpan pengalamanku untuk diri sendiri, karena terkadang ibuku mengganggapnya itu khayalan anak kecil.
Esok paginya warga desa kami melakukan aktivitasnya seperti biasanya. Waktu menjelang magrib. Tiba-tiba terdengar jeritan seorang wanita. la adalah salah satu tetanggaku. Rumahnya bersebelahan dengan
rumah nenekku.
Jeritan serta tangisannya begitu keras. Tetanggaku itu mengalami kesurupan.
"Aing can paeh! Naha aing bet di ruang!
Heuheuheu...heuheuheu..! (Saya belum mati! Kenapa saya malah dikubur!) suara jeritan dan tangisan menyayat itu terus berulang-ulang diucapkan.
Sekejap rumah tetanggaku ramai oleh orang- orang. Terlihat seorang ustad sedang berusaha menyadarkan tetanggaku yang kesurupan tersebut. Hampir 1 jam tetanggaku kesurupan. la
menangis terus.
Dalam tangisannya tetanggaku yang kesurupan itu bercerita sambil menangis. la mengatakan bahwa dirinya adalah bu Marni. Dalam suasana yang mencekam, semua orang terkejut dan kaget dengan pengakuan tetanggaku
yang kesurupan itu.
Tetanggaku yang kesrupan bu Marni itu, bercerita bahwa dirinya belum mati. la tersadar berada di dalam tempat yang gelap dan sempit. Bu Marni menjerit-jerit minta tolong dan mencakar-cakar tanah hingga tangannya terasa mengelupas dan
berdarah. Lama kelamaan tubuhnya lunglai dan mulai sesak napas. Dalam ketidakberdayaannya, akhirnya tak sadarkan diri dan berhenti bernapas.
Akhirnya tetanggaku yang kesurupan tersebut pun sudah sadar kembali. Kami yang mendengarkan penuturan dari tetanggaku barusan, merinding sekaligus menyedihkan. Apalagi suami dan anak anaknya Almarhumah bu Marni tak kuasa menahan tangis dan sedihnya.
Satu hal yang membuat kami semua diam dan terngiang-ngiang atas penuturan tetanggaku ketika kesurupan. Hal yang membuat kami semua
bergidik merinding, yaitu "Aing teu ikhlas! Naha bet pada tega eweuh nu nulungan aing! Padahal, aing
jejeritan menta tulung! (Saya tidak ikhlas! Kenapa semua tega tidak ada yang menolong saya! Padahal, saya menjerit-jerit minta tolong!).
Keesokan harinya. Tetanggaku pada berbisik-bisik membicarakan kejadian semalam yang disangkutkan dengan kejadian yang dialami tetanggaku, pak Udin. Ketika pak Udin yang mendengar jeritan di pemakaman kemarin malam.
Mungkin itu adalah jeritan dari kuburan
tetangganya itu yang baru meninggal.
Suasana kampung kami berubah mencekam.
Suasana kampung kami berubah mencekam. Terkadang, dimalam-malam tertentu terdengar suara ketukan pintu atau jendela rumah.
Tok.Tok...Tok...
"Tolong..! Tolong..! hiks...hiks..
"Tolong.! Aku belum M ATI.."
Menurut kalian cerita ini seram, menegangkan atau seru? Bila kalian suka silahkan komentar dibawah ya, jangan lupa juga untuk selalu support blog kami dengan cara share artikel horror kami ke semua teman-teman kalian.
Judul : Suara Jeritan Di dalam kubur !!!
Ya, suara jeritan tetangga kami yang meminta tolong.
Aku yang masih kecil hanya melongo tidak paham ketika tetanggaku, panggil saja pak Yusuf, meminta tolong pada ibu dan nenekku. Waktu itu aku dan keluargaku tinggal di rumah nenek dari
ibuku.
Kerumunan tetangga mulai memadati rumah yang letaknya tak jauh dari rumah nenekku. Disana aku melihat nenek dan ibuku yang sedang bicara
dengan wajah bingung serta khawatir sambil menggosok punggung seorang wanita. Wanita itu tak lain adalah bu Marni (nama samaran) istrinya pak yusuf.
Suasana saat itu riuh sekali. Sesekali kudengar orang-orang berbisik dan saling bertanya. Aku yang tak mengerti apa-apa, hanya bisa melihat ekspresi wajah orang-orang, bahkan ada yang
menangis. Sebuah tangan tiba-tiba berada di bahuku.
Aku sedikit kaget dan melihat siapakah yang berada di belakangku. Seorang ustad tepat berdiri dibelakangku sambil tersenyum. la memintaku untuk bergeser supaya ia bisa masuk ke dalam. Waktu itu aku memang berdiri tepat di pintu masuk.
Aku pun bergeser dan mempersilakannya untuk masuk.
Keluarga si tuan rumah mempersilakan ustad duduk, dan meminta tolong untuk memeriksa bu Marni yang terlihat tidak sadarkan diri.
Aku melihat ustad itu memegang tangan bu Marni dan mendekatkan jarinya tepat di lubang hidung bu
Marni. Dahinya mengernyit untuk beberapa saat. Ustad itu pun kembali memegang tangan bu Marni.
Ila menggelengkan kepalanya sembari melihat ke arah pak Yusuf yang sedang khawatir. Tiba-tiba, suara tangisan pecah menggema di ruang tengah
tersebut. Semua keluarga dan anaknya menangis pilu menjerit-jerit.
Tak sedikit tetangga yang mencoba untuk menenangkan keluarga pak Yusuf
supaya bisa mengikhlaskan kepergian bu Marni, tetanggaku itu. Tiga hari sebelumnya, bu Marni sering mengeluhkan rasa sakit di dadanya pada suaminya.
Bu Marni sempat mau berobat, tapi
takdir berkata lain. Siang itu, bu Marni sedang mengangkat jemurannya yang sudah kering. Tiba tiba, ia menjerit memanggil suaminya sambil
memegang dadanya.
Bu Marni ambruk di bawah tiang jemuran. Pak Yusuf yang mendengar hal itu, buru-buru menghampiri tubuh istrinya yang tergeletak di bawah jemuran. Setelah mengangkattubuh bu Marni ke rumahnya, pak Yusuf pun berteriak-teriak minta tolong pada tetangganya.
Kabar tentang kematian bu Marni pun diberitakan melalui speaker Masjid yang berada di tempat kami. Tetangga pun bersiap-siap untuk membantu prosesi pemakaman. Singkat cerita, segala prosesi pemakaman pun selesai dilakukan.
Malamnya, seperti kebiasaan di tempat kami yaitu melaksanakan tahlilan jika ada orang yang meninggal. Aku duduk sebelah ayahku yang sedang khusuk berdoa bersama bapak-bapak yang sedang melaksanakan tahlilan tersebut.
Sudah tiga hari berlalu, setelah meninggalnya bu Marni. Aku mendengar sebuah cerita yang menurutku menakutkan. Katanya kemarin malam ada tetangga kami yang melewati pemakaman tersebut, mendengar jeritan dan tangisan pilu dari
arah salah satu kuburan.
Pemakaman besar di tempat kami berada dekat dengan pesawahan Panggil saja pak Udin. Pak Udin berniat untuk berkunjung ke rumah saudaranya. la memutuskan untuk jalan melewati pemakaman, karena itu jalan pintas yang lebih dekat agar cepat sampai rumah saudaranya.
la berangkat setelah waktu magrib.
Suasana mulai sedikit gelap dan suara hewan malam pun mulai terdengar beriringan. Sepi sekali, yang terdengar hanya suara air yang mengalir dari parit sawah.
Hembusan angin sesekali menggoyangkan ranting dan daun
disekitar pemakaman tersebut yang menambah suasana mencekam. Pak Udin terus melangkahkan kakinya. Tiba-tiba, terdengar suara jeritan dan tangisan dari kejauhan, tepatnya
sekitar pemakaman.
Suara tersebut jelas terdengar sedikit terbawa angin. Pak Udin menghentikan langkahnya sambil menajamkan telinganya untuk meyakinkan bahwa ia benar benar mendengar suara tangisan dan jeritan minta tolong.
Tetanggaku itu memang bukan penakut.
Ternyata asal suara tersebut berasal dari salah satu kuburan baru yang berada di pemakaman.Malam semakin larut. Suasana saat itu sedikit berbeda dengan malam-malam seperti biasanya.
Diluar terdengar suara angin menderu-deru, sesekali terdengar halilintar menyambar-nyambar Malam itu, di luar hujan sangat deras. Mataku
sedikit mengantuk tapi aku tidak dapat
memejamkan mataku ini.
Udara di kamarku ini terasa dingin sekali. Terdengar suara ibu, ayah, dan nenekku sedang berbincang pelan dengan serius. Sepertinya mereka membahas kejadian yang dialami oleh
tetanggaku itu.
Aku tidak begitu jelas mendengar mereka bicara, karena suara hujan di luar. Entah kapan aku tak sadar dan tertidur. Tiba-tiba aku terbangun karena mendengar suara tangisan tepat di luar kamarku ini. Jelas sekali. Ternyata
hujan sudah berhenti.
Aku duduk terdiam sambil menajamkan telinga. Ayah dan ibuku sudah tertidur di sampingku. Suara tangisan dan jeritan itu sangat jelas terdengar. Maklum dinding rumah kami terbuat dari bilik bambu. Aku berniat membangunkan ibuku, tapi ibu sangat susah dibangunkan.
Suara tersebut masih terdengar. Ada perasaan takut menyelimutiku tapi aku penasaran karena suara tangisan dan jeritan itu tepat berada dekat kamar ini.
Aku mencoba mengintip lewat celah-celah bilik yang bolong.
Suasana sedikit gelap karena cahaya
temaram dari lampu rumah tetanggaku itu. Kupicingkan mataku dan kuperhatikan keadaan di luar sambil mencari arah suara tangisan itu.
Tunggu dulu, itu apa?"' bisikku dalam hati.
Awalnya aku mengira itu sebuah jemuran kain yang lupa diangkat, tapi setelah kuperhatikan ternyata itu adalah sosok terbungkus kain putih yang berdiri dekat jemuran. Tiba-tiba badanku
tidak dapat kugerakkan sama sekali. Aku diam membeku.
Sosok tersebut berdiri diam membelakangiku dan menghadap ke arah rumah tetanggaku yang meninggal kemarin. Aku hampir menangis karena ketakutan. Mulutku tidak dapat berteriak. Walaupun aku sering melihat mereka, tapi aku tetap ketakutan jika melihat sosok ini.
Aku memejamkan mataku ini. Aku berdoa di dalam hati. Perlahan kakiku mulai bisa digerakkan. Tanpa menunggu lama-lama, aku langsung naik ke atas ranjang dan menyelimuti
diriku.
Suara tangisan dan jeritan itu masih
terdengar. Kupaksakan diriku untuk tidur hingga akhirnya aku pun tertidur sampai esok paginya. Dulu, aku lebih banyak diam dan jarang bercerita
kepada orang tuaku.
Terus terang ibuku itu penakut. Makanya, aku sering menyimpan pengalamanku untuk diri sendiri, karena terkadang ibuku mengganggapnya itu khayalan anak kecil.
Esok paginya warga desa kami melakukan aktivitasnya seperti biasanya. Waktu menjelang magrib. Tiba-tiba terdengar jeritan seorang wanita. la adalah salah satu tetanggaku. Rumahnya bersebelahan dengan
rumah nenekku.
Jeritan serta tangisannya begitu keras. Tetanggaku itu mengalami kesurupan.
"Aing can paeh! Naha aing bet di ruang!
Heuheuheu...heuheuheu..! (Saya belum mati! Kenapa saya malah dikubur!) suara jeritan dan tangisan menyayat itu terus berulang-ulang diucapkan.
Sekejap rumah tetanggaku ramai oleh orang- orang. Terlihat seorang ustad sedang berusaha menyadarkan tetanggaku yang kesurupan tersebut. Hampir 1 jam tetanggaku kesurupan. la
menangis terus.
Dalam tangisannya tetanggaku yang kesurupan itu bercerita sambil menangis. la mengatakan bahwa dirinya adalah bu Marni. Dalam suasana yang mencekam, semua orang terkejut dan kaget dengan pengakuan tetanggaku
yang kesurupan itu.
Tetanggaku yang kesrupan bu Marni itu, bercerita bahwa dirinya belum mati. la tersadar berada di dalam tempat yang gelap dan sempit. Bu Marni menjerit-jerit minta tolong dan mencakar-cakar tanah hingga tangannya terasa mengelupas dan
berdarah. Lama kelamaan tubuhnya lunglai dan mulai sesak napas. Dalam ketidakberdayaannya, akhirnya tak sadarkan diri dan berhenti bernapas.
Akhirnya tetanggaku yang kesurupan tersebut pun sudah sadar kembali. Kami yang mendengarkan penuturan dari tetanggaku barusan, merinding sekaligus menyedihkan. Apalagi suami dan anak anaknya Almarhumah bu Marni tak kuasa menahan tangis dan sedihnya.
Satu hal yang membuat kami semua diam dan terngiang-ngiang atas penuturan tetanggaku ketika kesurupan. Hal yang membuat kami semua
bergidik merinding, yaitu "Aing teu ikhlas! Naha bet pada tega eweuh nu nulungan aing! Padahal, aing
jejeritan menta tulung! (Saya tidak ikhlas! Kenapa semua tega tidak ada yang menolong saya! Padahal, saya menjerit-jerit minta tolong!).
Keesokan harinya. Tetanggaku pada berbisik-bisik membicarakan kejadian semalam yang disangkutkan dengan kejadian yang dialami tetanggaku, pak Udin. Ketika pak Udin yang mendengar jeritan di pemakaman kemarin malam.
Mungkin itu adalah jeritan dari kuburan
tetangganya itu yang baru meninggal.
Suasana kampung kami berubah mencekam.
Suasana kampung kami berubah mencekam. Terkadang, dimalam-malam tertentu terdengar suara ketukan pintu atau jendela rumah.
Tok.Tok...Tok...
"Tolong..! Tolong..! hiks...hiks..
"Tolong.! Aku belum M ATI.."
Menurut kalian cerita ini seram, menegangkan atau seru? Bila kalian suka silahkan komentar dibawah ya, jangan lupa juga untuk selalu support blog kami dengan cara share artikel horror kami ke semua teman-teman kalian.
0 Response to "RealStory - Kisah Nyata Jeritan Di Dalam Kubur "
Post a Comment
Silahkan berkomentar dan kritik apabila pembahasan kami kurang bagus